Paska Putusan Bawaslu, Tim Sri Laelasari Buka Suara - Kuningan Religi

Breaking


Minggu, 19 Mei 2019

Paska Putusan Bawaslu, Tim Sri Laelasari Buka Suara


KUNINGAN - Setelah ada putusan Bawaslu Kabupaten Kuningan terkait Pemeriksaan Acara Cepat yang memerintahkan KPU Kuningan untuk melakukan perbaikan administrasi data hasil rekapitulasi perhitungan perolehan suara tingkat kabupaten yang tercantum dalam DB-1 KPU dan perbaikan hasil rekap di 4 TPS, Tim Sri Laelasari sebagai pelapor akhirnya buka suara.

Bertempat di sekretariatnya, Jalan Wijaya Purwawinangun Kuningan, Sabtu (18/05/2019), Ketua Timses Sri Laelasari, Roni Agus Pramono, mengatakan kepada awak media bahwa pihaknya mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara Pemilu, yakni KPU dan Bawaslu atas adanya respon cepat aduan yang diajukan pihaknya.

"Ini jelas menambah besarnya kepercayaan masyarakat kepada para penyelenggara Pemilu yang Jurdil," ungkapnya.


Roni mengucapkan, bilamana melihat dari fakta dan bukti-bukti yang ada, tentang putusan Bawaslu dan pelaksanaan putusannya oleh KPU, pihaknya merasa puas. 

Ia juga menjelaskan dasar-dasar kenapa pihaknya mempertanyakan kejelasan hasil putusan tersebut kepada pihak penyelenggara Pemilu. Kegiatan politik atau pergerakan politik yang dilakukan secara terbuka sesuai etika politik dan bahasa politik di ruang publik untuk melakukan suatu gerakan politik untuk mempertanyakan sistem politik yang ada, menurutnya adalah Legal Konstitusional.

"Di dalam filsafat politik ada satu pengandaian yang sama yakni, kebutuhan untuk dihargai sebagai manusia, yang memiliki hak untuk memperoleh pendasaran-pendasaran atas ketidakadilan yang terjadi," tandas Roni.

Ia menambahkan, ketika orang tidak sebagai bagian dari proses-proses yang ada dalam masyarakat dan dia dianggap tidak ada dan beragam keputusan dibuat tanpa mendengarkan kenginginan dan kebutuhan, pengabaian semacam ini menjadi dasar untuk beragam ketidakadilan lainnya seperti ketidakadilan politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.



"Di dalam filsafat politik martabat manusia dipahami sebagai hak dan kemampuan seseorang untuk memperoleh dasar yang kuat dari berbagai kebijakan dan tindakan yang mempengaruhi dirinya. Bahwa setiap orang harus ikut serta secara aktif didalam proses pembuatan kebijakan yang harus ia patuhi," terangnya lagi.

Teori Keadilan secara Justifikasi, menurutnya, menyatakan dengan tegas bahwa tidak boleh ada satupun tata politik/tata sosial yang tidak dapat diterima secara bebas dan masuk akal oleh orang yang ada didalamnya. 

"Setiap orang mempunyai hak untuk tidak hidup didalam tata sosial, ekonomi dan budaya, yang tidak dapat diterima secara masuk akal sebagai manusia yang bermartabat," tutur Roni.

Setiap orang berhak untuk berkata tidak atas system, moral, dan aturan moral yang dilimpahkan kepadanya, ini hanya mungkin karena setiap orang mempunyai kebebasan untuk mempertanyakan keabsahan atau justifikasi dari hukum-hukum maupun tata moral politik yang dikenakan kepadanya.

"Maka dari itu berdasarkan teori keadilan dan filsafat politik, saya sebagai warga Negara Indonesia dan sebagai Ketua Tim Pemenangan Caleg Gerindra No.3 an. Sri Laelasari, mempertanyakan kepada pihak-pihak yang terkait secara terbuka dan transparan untuk segera menyelesaikan proses sengketa yang terjadi saat ini sehingga tidak ada kesan berlarut-larut," tegasnya.


Sementara, terkait statement Ketua DPC Geindra yang menyatakan pihaknya tidak ada koordinasi ke parpol terkait pelaporannya ke Bawaslu, Roni mengatakan itu sebagai satu perbedaan penafsiran saja.

"Bawaslu sendiri mempunyai payung hukum yang jelas yakni Perbawaslu nomor 8, sedangkan Ketua DPC Gerindra menggunakan Perbawaslu nomor 5," ujarnya.

Pihaknya bersikeras akan berpegang pada putusan Bawaslu dan Berita Acara Sanding Data yang dilakukan KPU Kuningan, sebagai pijakan untuk memperjuangkan nasib caleg yang didukungnya. (Nars)