KUNINGAN - Jodi (6,5 tahun), siswa Kelas 1 SDN Margabakti, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, merupakan salah satu potret buram dari seorang anak yang tinggal di Kabupaten yang baru saja mendapatkan penghargaan Kabupaten Layak Anak.
Dengan tidak bermaksud menyalahkan siapa pun, kuninganreligi.com mencoba menyambangi kediaman Jodi di RT 01 RW 01 Dusun Pahing Desa Margabakti Kecamatan Kadugede, pada Ahad (28/07/2019) siang bersama rekan jurnalis lainnya.

Setiba di Desa Margabakti, rumah yang kami sambangi pertama adalah rumah Kepala Dusun Pahing, Elis Lisiani namanya. Dari beliau, kuninganreligi.com mendapatkan informasi tentang kondisi rumah dan keluarga Jodi.
"Kami sampaikan apa adanya, buat apa ditutup-tutupi, toh sudah banyak yang tahu dari video yang viral itu. Kehidupan Jodi dan keluarganya memang seperti itu kenyataannya," ungkap Elis.
Menurutnya, Jodi merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Tiga dari mereka, termasuk Jodi, tinggal bersama neneknya, Sati (60 tahun), setelah ayah Jodi meninggal. Ibunya saat ini sudah menikah lagi, dan tinggal di dusun yang berbeda.
"Sesekali, ibunya suka datang ke gubuk mereka. Namun kehidupan orangtua Jodi pun tak jauh nasibnya dari mereka. Keluarga itu hanyalah bergantung pada pekerjaaan sang kakek, Rakum (62), sebagai buruh," paparnya.
Bicara tentang perhatian dari pemerintahan desa setempat, Elis mengatakan sudah ada dan sering dilakukan. Bahkan, keluarga Jodi selalu menjadi prioritas jika ada program bantuan dari pemerintah.
"Keluarga Jodi mendapat bantuan PKH, dan bantuan lainnya dari pemerintah desa. Namun, untuk soal rutilahu, saat ini belum terlaksana, karena masih menunggu anggarannya. Sudah direncanakan akan dibantu tahun ini melalui dana desa," ujar Elis.
Akhirnya, untuk mengetahui keadaan rumah dan kehidupan keluargaa Jodi, Ibu kepala Dusun ini pun mengajak kuninganreligi.com mendatangi gubuk tempat tinggal Jodi.
Lokasinya lumayan dekat dengan perkampungan di Dusun Pahing, sepeda motor kami pun bisa masuk melalui jalan menanjak yang lumayan mulus. Jaraknya sekira 200 meter dari Jalan Desa Margabakti.
Namun, karena gubuk Nenek Sati berada di atas bukit dan di dalam kebun, sepeda motor kami hanya bisa ditinggal di dekat pemukiman warga.
Menuju gubuk, kami harus berjalan sekira 100 meter menaiki bukit dan menembus kebun. Kami disambut baik oleh Kakek Rakum dan Nenek Sati. Ibu kandung Jodi dan Ayah tirinya pun berada di depan gubuk mempersilakan kami masuk.
Benar, gubuk keluarga Jodi memang seperti yang dikatakan di postingan media sosial. Ukurannya sekira 6 x 3 meter, dengan dinding sebagian tembok dan papan GRC untuk memisahkan antar ruangan.
Kami melihat ada empat ruangan, kamar kosong berisi baju-baju berserakan, kamar tidur, ruang tengah dan dapur. Di ruangan dapur hanya ada tungku dan sedikit perabotan makan. Di ruangan kamar, ada dua helai tikar dan satu kontainer plastik untuk menyimpan pakaian.
Di bagian dapur, dan sebagian ruangan lain, dindingnya dari bilik dan kayu-kayu yang sudah lapuk. Sementara, atapnya genting tanpa para-para. Lantai gubuk sebagian tanah dan ada plesteran yang hanya di ruangan kamar saja.
"Tidak ada kamar mandi, untuk keperluan air, mereka biasanya mengambil dari penampungan air warga yang berada di bawah, jaraknya sekira 100 meter," terang Elis.
Kondisi yang memperihatinkan dari keluarga Jodi, tak mematahkan semangat keluarga tersebut untuk menyekolahkan Jodi. Apalagi, saudara kandung Jodi yang lain, sekolahnya tidak selesai. Maka, Jodi-lah harapan mereka untuk menjadi anak pintar di sekolahnya.
Ini terungkap saat, kedatangan Kabid Distribusi Pangan, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kuningan, H Maryoto, yang datang memberikan bantuan, beberapa saat setelah kami berada di sana.
Maryoto menawarkan untuk merawat dan menyekolahkan Jodi olehnya, namun keluarga enggan melepaskan. Mereka ingin agar Jodi bisa sekolah dan tinggal bersama mereka.
Memang semangat seorang Jodi untuk sekolah sudah terlihat, meski usia belum genap tujuh tahun, Jodi sudah ingin masuk sekolah. Diketahui, baru seminggu ini Jodi menjadi siswa kelas 1 di SDN Margabakti.
Sebelumnya, dengan berpakaian seadanya dan tanpa alas kaki, Jodi sering bermain di sekolah melihat rekan sebayanya belajar. Hal itu diketahui pihak sekolah, dan akhirnya Jodi diajak ikut belajar bersama mereka.
"Iya baru seminggu ini Jodi masuk sekolah. Ia memakai seragamnya di sekolah, dipakaikan oleh gurunya. Dari rumah, Jodi hanya memakai pakaian biasa," terang pihak sekolah, Idi Suwardi kepada KR.
Saat ini, ujarnya, yang dibutuhkan pihak sekolah adalah Jodi agar bisa memiliki Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), karena Jodi masuk sekolah tanpa proses pendaftaran.
Di lain pihak, DKPP Kuningan, melalui Kabid Distribusi Pangan, memaparkan bahwa kondisi warga yang seperti keluarga Jodi sangat banyak di Kabupaten Kuningan.
"Yang sudah masuk data di DKPP ada 900, dan masih banyak Jodi-jodi yang lainnya," terang Maryoto.
Pihak pemerintahan desa pun melihat kondisi Jodi memang membutuhkan bantuan segera. Menurut rencana, keluarga Jodi akan diajukan sebagai penerima pangan tetap dari DKPP ke depan. (Nars)