Saat mendengar kata pahlawan, apa yang dipikirkan dalam benak kalian ? Jawabannya pasti hampir semua memikirkan tentang perjuangan dan pengorbanan.
Yaa, perjuangan dan pengorbanan untuk suatu hal yang dicintai, disayangi, dan diyakini bahwa itu adalah suatu hal yang sangat berharga. Perjuangan dan pengorbanan atas kebenaran untuk mencapai kemenangan dan kemuliaan.
Di Indonesia banyak orang-orang terdahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia diberikan gelar pahlawan, bahkan ada satu hari yang selalu diperingati sebagai hari Pahlawan, tepatnya pada tanggal 10 November. Menurut saya, bukan sekedar untuk kemerdekaan saja, namun para pahlawan yang berjuang dan berkorban dengan tujuan untuk memberikan perubahan yang lebih baik untuk keluarga, masyarakat, lingkungan, agama, bangsa maupun negara.
Disini saya tidak akan membahas mengenai perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang gugur di medan perang, namun saya akan membahas mengenai sesosok manusia biasa yang tanpa kita sadari perjuangan dan pengorbanannya sama dengan pahlawan kehidupan sepanjang zaman. Yaitu seorang Ayah dan Ibu serta perannya dalam membangun generasi peradaban. Begitulah kiranya saya menyebutkan bahwa kedua orangtua adalah pahlawan kehidupan yang sesungguhnya.
Ibu adalah orang yang pertama kali berjuang untuk kita. Berjuang dalam melahirkan, menyusui, mengasuh, mendidik maupun mencurahkan segala kasih sayangnya untuk kita. Ibu adalah sesosok manusia biasa yang memiliki kemampuan dalam segala bidang.
Saat keluarganya sakit ibu memiliki kemampuan untuk menjadi dokter walaupun ia tidak sekolah di Kedokteran, mampu terjaga sepanjang malam karena kekhawatiran terhadap kondisi keluarganya. Saat keluarganya membutuhkan asupan gizi yang baik, ibu mampu menjadi seorang juru masak yang resepnya sangat disukai oleh keluarga, walaupun ia tidak sekolah di Tata boga. Ibu mampu menjadi seorang guru dalam segala bidang ilmu bagi anak-anaknya, baik dalam bidang akademik maupun non akademik, bahkan akhlak, kebiasaan, cara bersikap semua berawal dari seorang ibu.
Yaa. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, yang mengajarkan pertama kali kepada anak-anaknya. Untuk itu, menjadi seorang ibu tidaklah mudah, harus terus belajar mempersiapkan segala sesuatunya, ilmu maupun amal sholih sebagai panduan untuk mendidik generasi terbaiknya.
Ayah adalah sesosok hebat yang tidak pernah kenal lelah. Bekerja banting tulang demi menafkahi keluarganya. Lelaki kuat yang selalu siap menjadi sandaran disaat seorang ibu dan anak-anaknya dalam keadaan rapuh. Ayah juga menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya. Kadang ia bersikap keras, tapi itulah cara ia mendidik dan mendisiplinkan anak-anaknya.
Seorang ayah adalah pemimpin dalam keluarga yang mempunyai tanggung jawab besar dalam keluarganya. Tanggung jawab di dunia maupun di akhirat. Meski begitu seorang ayah tidak pernah mengeluh dan selalu menjadi penopang terkuat dalam keluarganya. Lelahnya tersembunyi dengan senyumannya. Keringatnya adalah bukti perjuangan dan kerja kerasnya. Ayah selalu mampu mencairkan suasana dan berhasil mengundang tawa dalam keluarga. Bukan hanya ibu, ayah juga sangat berperan penting dalam perkembangan anak. Keduanya memiliki kasih sayang yang sama, namun cara menunjukkannya yang berbeda.
Menjadi orangtua memang perlu persiapan yang matang, karena orang tua memiliki peran penting dalam segala bentuk kebaikan maupun keburukan generasi selanjutnya, berawal dari apa yang diajarkan oleh orangtuanya, anak akan memiliki karakter sesuai apa yang ditiru dari keteladanan orangtuanya. Jika ingin membentuk anak-anak yang sholih dan sholihah, maka kita juga harus memberikan keteladanan yang sholih dan sholihah.
Pembentukkan karakter anak dimulai sejak ia masih kecil, dalam pembentukan karakter ini haruslah selaras dengan kepribadian anak. Sehingga saat anak beranjak dewasa, ia akan memiliki karakter yang baik serta mampu memberikan manfaat untuk sesama.
Dalam pembentukan karakter anak, kita bisa mengambil keteladanan dari kisah-kisah terdahulu yang dapat kita terapkan dalam kehidupan saat ini. Ada beberapa kisah yang sangat menginspirasi kita dalam mendidik anak seperti:
Yang pertama adalah kisah teladan Nabi Ibrahim As dan Siti Hajar. Pada saat Nabi Ibrahim As mendapat perintah dari Allah swt untuk meninggalkan Siti Hajar dan anaknya (Ismail) kecil disuatu tempat yang jauh dari pemukiman, Nabi Ibrahim tentunya merasa sangat sedih namun tetap taat terhadap perintah Allah. Begitu juga dengan Siti Hajar yang ditinggalkan oleh suaminya karena perintah Allah swt, Siti Hajar merupakan sosok yang sangat tangguh, karena ia mampu melewati semua ujian Allah dengan baik.
Dengan sikapnya yang yakin bahwa segala sesuatunya sudah Allah tentukan dan mudahkan. Siti Hajar selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya, mencari air dan sumber makanan dengan berlari-lari melewati dua bukit Shafa dan Marwah, itu adalah bukti perjuangan dan pengorbanan seorang ibu untuk anaknya. Sehingga atas sikapnya tersebut, Allah memberikan janjinya dengan mendatangkan rezeki berupa air yang muncul dari hentakkan kaki Ismail kecil. Keteladanan yang diambil dari sikap Siti Hajar yaitu, kuatnya aqidah dalam dirinya, sehingga saat ditinggalkan oleh suaminya ia tidak berburuk sangka, keimanan dan ketaatan Siti Hajar terhadap perintah Allah swt, bergerak dan berusaha dengan optimis bahwa Allah selalu memberikan kemudahan.
Yang kedua adalah kisah teladan Ibunda Nabi Musa As (Yukabid). Pada saat Nabi Musa dilahirkan ditengah-tengah kejamnya kekuasaan Raja Fir’aun yang membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir, ibunda Nabi Musa As dengan hati yang yakin, sabar dan tawakkal terhadap perintah Allah swt, ia menghanyutkan bayi Musa ke sungai nil. Namun tetap memperhatikan arah arus yang menghanyutkan bayi Musa tersebut, sampai berhenti di Istana Fir’aun. Kemudian diasuh oleh istri Fir’aun yang bernama Aisiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa janji Allah benar dan nyata untuk melindungi dan menjaga Musa As. Keteladanan yang dapat diambil dari sikap Ibunda Nabi Musa As yaitu, ketaatannya terhadap perintah Allah swt saat ia diperintahkan untuk menghanyutkan bayinya ke sungai nil, kesabarannya yang tidak terbatas dengan memasrahkan segala sesuatunya terhadap kehendak Allah swt, dan keyakinannya yang nyata dan tidak pernah putus terhadap rencana Allah swt.
Yang ketiga adalah kisah Ibunda Nabi Isa ( Maryam ). Maryam adalah sosok wanita mulia yang selalu menjaga kehormatan dan kesuciannya. Ia adalah sosok wanita teladan sepanjang zaman. Ia diberikan amanah oleh Allah swt dengan dimasukkannya ruh ke dalam rahimnya, sehingga banyak orang yang memfitnahnya dengan keji karena hamil tanpa nikah. Namun Maryam tetap tabah dan sabar dalam menjalankan amanah dariNya dan mengasingkan diri ke tempat .
Saat ia melahirkan Nabi Isa as seorang diri di bawah pohon kurma, kemudian menggoyangkan pohon kurma tersebut agar ia dan bayinya mendapat makanan. Setelah Nabi Isa as lahir, ia kembali ke tempat tinggalnya, namun banyak orang yang mencercanya dengan keji. Maryam menyuruh mereka untuk bertanya kepada bayinya (Isa as), mereka heran karena idak mungkin harus bertanya kepada bayi baru lahir yang belum bisa berbicara. Namun Allah membuktikan janjinya, Nabi Isa as kecil dapat berbicara dan mengatakan bahwa ia adalah utusan Allah swt. Keteladanan yang dapat diambil dari kisah Maryam yaitu, sikapnya yang selalu menjaga kehormatan dan kesucian dirinya, selalu tabah dan sabar dalam menjalankan amanah, rajin dan taat dalam beribadah, selalu menjaga dan memelihara sholatnya, memiliki hubungan yang sangat erat dengan Allah swt, menjaga diri dari yang bukan mahramnya, mendidik anaknya dengan baik, serta membenarkan kalimat Allah swt.
Yang keempat adalah kisah Ali Imran (Keluarga Imran). Keluarga Imran merupakan keluarga biasa yang kedudukannya disejajarkan dengan keluarga Nabi. Bahkan keluarga inilah satu-satunya keluarga yang dipakai untuk nama surat dalam Al-Qur’an. Keluarga Imran ini adalah keluarga kecil, yang terdiri dari pasangan suami istri dan dua anak perempuannya. Istri Imran bernama Hannah. Keluarga ini patut dijadikan teladan, karena pola pendidikan yang diterapkannya, mampu menghasilkan wanita sholihah seperti Maryam, serta cucu-cucunya menjadi Nabi utusan Allah swt. Hannah menerapkan pola pendidikan kepada anaknya sejak Maryam masih dalam kandungan, dengan berniat segala sesuatu yang dilakukannya semata-mata hanya untuk Allah, memberikan nama yang baik kepada anaknya, sebab nama adalah doa dan harapan orang tua, selalu mendoakan anaknya agar selalu medapatkan kebaikan dan terhindar dari gangguan syaitan, mencarikan lingkungan yang baik untuk anaknya terutama dalam keluarga, memberikan makanan dari rezeki yang halal dan baik, dan selalu mengenalkan anak agar senantiasa dekat dengan mesjid atau tempat untuk kegiatan beribadah.
Dalam hal ini kita dapat menerapkannya dengan selalu mengajak anak dalam kegiatan keagamaan, pengajian, membaca Al-Qur’an, atau dengan membiasakannya belajar di Taman Pendidikan Al-Qur’an.
Dari beberapa kisah tersebut, pola penanaman karakter memang berawal dari diri kita sendiri. Dengan selalu berusaha untuk memperbaiki diri, memperbaiki ketaatan kita terhadap Allah swt, memperbaiki hubungan kita terhadap Allah, memperbaiki amal-amal ibadah kita, memperbaiki akhlak kita, dan memperbaiki segala bentuk kepribadian kita. Karena sebelum kita memushlihkan (mensholihkan) generasi selanjutnya, maka kita juga harus memiliki kepribadian yang sholih dan sholihah.
Telah kita saksikan bahwa saat ini para pemuda-pemudi bangsa tingkah lakunya sangat memprihatinkan. Banyak kerusakan moral, kepribadian yang lemah dan jauh dari agama, serta kurangnya pengarahan. Sehingga membuat generasi ini berdampak pada karakter yang buruk. Misalnya, banyak yang terjerumus ke dalam penggunaan obat-obatan terlarang, pencurian, pembunuhan, pelecehan seksual, seks bebas, korupsi dan lain sebaginya.
Itu semua membuktikan bahwa peran orangtua sangat dibutuhkan dalam memperbaiki generasi peradaban. Bukan hanya pendidikan namun juga kasih sayang.
Kisah kisah yang sebelumnya dalam Al-Qur’an pun masih belum sepenuhnya terlaksanakan sebagai pedoman hidup. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak memang tidaklah mudah. Karena melihat dari kisah-kisah yang diceritakan sebelumnya, mungkin secara logika tidak akan ada orang yang sanggup menghadapinya.
Namun tidak lantas menyurutkan semangat dalam membangun generasi peradaban. Karena setiap kita adalah pahlawan kehidupan, yang bertugas dalam membangun generasi peradaban. Untuk membangun generasi peradaban, maka harus ada perjuangan dan pengorbanan yang diberikan.
Saat masih menjadi seorang anak, hendaknya berbuat baik kepada orang tua, muliakanlah mereka dan berbaktilah kepada mereka, jangan biarkan mereka bersedih dengan perkataan maupun perilaku yang membuat hati mereka terluka. Berilah semangat kepada mereka, karena mereka memiliki tanggung jawab yang berat dalam mendidik anak. Tanggung jawab di dunia dan akhirat. Karena suatu saat, seorang anak juga akan merasakan tanggung jawab yang sama seperti yang diarasakan oleh kedua orangtuanya.
Penulisa : Anisa Hasanah
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah (STIS-HK) Kuningan
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)