![]() |
Wikimediacommons/uwe schmidt |
KUNINGAN - Teka-teki kematian massal puluhan Kambing di Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, beberapa hari terakhir, terus membuat penasaran. Bergelimpangannya bangkai Kambing tanpa darah, milik warga di tiga desa itu, hingga saat ini masih menjadi misteri.
Tercatat kurang dari 50 hewan ternak ruminansia milik warga Desa Cipondok, Sukaharja dan Ciangir, Kecamatan Cibingbin, mati serentak dalam tiga hari terakhir.
Kepala UPT Damkar Satpol PP Kuningan, M Khadafi Mufti, menyebutkan fenomena ini harus menjadi perhatian serius banyak pihak, karena menyangkut harta benda dan kepemilikan warga yang menjadi harapan untuk menopang perekonomian mereka.
"Sekedar mengingatkan saja, bahwa kejadian serupa pernah terjadi di Tapanuli Utara, dimana hewan ternak warga masyarakat di Tapanuli utara dimaksud seperti kambing dan sapi mati secara misterius," ungkap Khadafi pada KR, Senin (14/12/2020) pagi.
Perbedaanya, kata Dia, kasus di Tapanuli Utara, tidak ditemukan jejak kaki ataupun lainya, hanya meninggalkan bekas luka gigitan pada hewan ternak.
"Saya mencoba menafsirkan bahwa kejadian di Desa Sukaharja, diduga bisa diakibatkan oleh gigitan Kelelawar jenis Vampire (Desmondus rotundus). Hal ini bBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh National Geographic, bahwa kelelawar Vampire ini memiliki panjang tubuh 9 cm, lebar sayap 18 cm, dan berat 60 gram (sekepal tangan orang dewasa)," papar Khadafi.
Kemudian. dijelaskannya lagi, menurut Internatonal For Conservation Of Nahire ( IUCN) kelelawar jenis ini hidup berkoloni antara 100 sampai dengan 1000 ekor per koloninya.
Kemudian jenis kelelawar ini bisa menyedot darah mangsanya dalam waktu 30 menit tanpa henti dan dilakukan secara bergerombol.
"Bekas luka gigitan kelelawar ini bisa membawa penyakit, dan diduga, karena kehabisan darah, hewan yang digigitnya akhirnya mati," katanya.
Dan biasanya keleawar jenis ini akan menggigit secara berulang pada titik awal pertama kali dan diteruskan oleh kelompok kelelawar lainya. Pada titik yang sama, karena keleawar memiliki sensor panas dan dapat mendeteksi bekas gigitan dari kelompoknya.
"Kemudian kalaupun hal ini diduga diakibatkan oleh binatang buas seperti anjing hutan dan lainnya, kalau kita menggunakan konsep Triangle Crime Sistem (TCS) / Segitiga olah TKP (Tempat kejadian Perkara), selain bekas jejak kaki, kalau ini diakibatkan oleh anjing hutan dan lainnya, daging hewan ternak dimaksud harus ada yang terkoyak /hancur," tuturnya.
Kata Khadafi lagi, walaupun tidak semuanya, akibat gigitan itu pasti akan ada daging yang dikoyak.
"Kemudian jejak kaki hewan dimaksud mungkin saja bekas jejak hewan peliharaan saat dikeluarkan dari kandang, dan kemudian dimasukan kembali ke kandang (jejak yang sama),"ujarnya.
Pihaknya menyarankan, kalau memang ini diduga kuat berasal dari binatang seperti kelelawar, anjing hutan dan lainnya. Jelas ini sangat merugikan banyak pihak.
"Bahkan bisa saja menimbulkan pemikiran yang Non Logika (misal adanya hal-hal yang berbau mistis) Kami menyarankan, agar dilakukan patroli bersama (ronda) di lingkungan tersebut,"sarannya
Pihaknya juga memberi tips pada warga agar melakukan pengasapan yang dicampur dengan belerang (asam sulfur) dengan tujuan untuk merusak indra penciuman hewan seperti kelelawar dan anjing hutan.
"Juga bisa dengan cara menaburi garam kasar di sekitar lokasi peternakan untuk merusak pandangan sensor mata pada hewan buas dimaksud," tutupnya.(Nars)