![]() |
Ilustrasi penyadapan getah pohon Pinus (foto: Google) |
KUNINGAN - Organisasi pecinta alam, Aktivitas Anak Rimba (AKAR) Kabupaten Kuningan secara tegas menolak adanya rencana penyadapan getah Pohon Pinus (Pinus merkusii) di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Penolakan tersebut dinyatakan dalam surat tertulis yang disampaikan belasan aktivis AKAR kepada Kepala BTNGC, di Kantor BTNGC, Jalan Raya Manislor, Rabu (23/3).
Selain menyampaikan surat pernyataan sikap penolakan rencana penyadapan getah pohon Pinus di kawasan BTNGC, belasan penggiat lingkungan ini juga menyampaikan berbagai permasalahan terkait kawasan TNGC dalam audiensi.
" Sistem pengelolaan Taman Nasional diharapkan mampu untuk melindungi, melestarikan dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem Gunung Ciremai secara optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Ketua Tim Kajian Lingkungan, Organisasi AKAR, Frederik Amallo, saat diwawancara kuninganreligi.com.
Penyadapan getah Pinus di kawasan BTNGC,, imbuhnya, dlihat darà aspek geografis, aksesiblitas, ekologi dan ekonomi dinilai kurang menguntungkan masyarakat.
"Dan berpotensi besar terjadinya gangguan keamanan dan kelestarian kawasan TNGC," tandasnya.
![]() |
Suasana audiensi LSM AKAR dengan BTNGC |
Maka secara tegas, pihaknya tetap menolak apapun hasil kajian TNGC, jika tetap memberikan akses kepada siapapun untuk melakukan penyadapan getah Pinus di kawasan BTNGC.
"Jika tetap membolehkan penyadapan Pinus di kawasan BTNGC, maka kita tegaskan kita akan berada di posisi melawan," tegas Amallo.
Sementara, aspirasi dari para aktivis AKAR, Kabalai TNGC, Teguh Setiawan menyebutkan akan menjawab resmi secara tertulis.
![]() |
Pengurus AKAR, Frederik Amallo |
"Kita sangat menyambut baik dan menghargai adanya aspirasi yang disampaikan secara elegan melalui surat resmi. Maka kita akan menjawabnya dengan tertulis juga," ujarnya.
Sebagai rekan yang selama ini memiliki ikatan pertemanan dengan NGO peduli lingkungan, TNGC menganggap aspirasi dari AKAR ini sebagai upaya untuk saling mengingatkan.
"Alhamdulillah masih ada yang mengingatkan kami dan tidak membiarkan kami dalam mengambil keputusan sehingga akan lebih hati-hati bagi kami untuk mengambil keputusan," paparnya.
Dalam menentukan keputusan kegiatan di lingkungan Ditjen KSDAE Kementerian LHK, pihaknya memegang teguh 5 prinsip, yakni prinsip regulasi atau dasar aturan. Kalau kegiatan itu melanggar aturan, tentu tidak bisa dilakukan.
"Kedua adalah Evidence Base, atau bukti-bukti resmi yang mendukung kegiatan tersebut bisa dilaksanakan. Apakah benar masyarakat yang mengajukan ini tinggal di desa sekitar kawasan atau tidak, dan bukti lainnya," papar Teguh.
![]() |
Kabalai TNGC, Teguh Setiawan |
Prinsip ketiga yang dipegangnya adalah Experience Base, pengalaman, di tempat lain ada tidak yang melaksanakan kegiatan serupa
"Yang keempat adalah Scientific Base, dasar keilmuannya apakah membenarkan kegiatan tersebut," katanya.
Kemudian, yang terakhir adalah prinsip kehati-hatian. Pihaknya tentu tidak sembarangan, misalnya sudah ada persetujuan (jika memang disetujui nantinya), maka akan disusun SOP yang terbaik agar pelaksanaan penyadapan ini bisa benar-benar memperhatikan konservasi lingkungan.
"Tentu peran NGO, akademisi dan pihak lain untuk mendampingi masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan," kata Teguh lagi.
Terakhir, Ia menandaskan kegiatan penyadapan Pinus ini bukan inisiasi BTNGC, namun dari masyarakat dalam sekitar kawasan yang mengajukan proposal kepada pihaknya
"Kita pun belum menerima proposal ini dalam artian belum kami akomodir mengingat pemungutan hasil hutan bukan kayu di kawasan BTNGC bisa diterima dalam skema kemitraan konservasi di zona tradisional," terangnya.
Sementara, zona tradisionalnya itu sendiri belum ada, BTNGC masih dalam posisi mengevaluasi aspirasi masyarakat sekitar kawasan tentang pemungutan HHBK ini. (Nars)
Posting Komentar
0 Komentar