Type Here to Get Search Results !

Bottom Ad

Eks Ketua Pansus Evaluasi BTNGC Bicara Soal Penolakan Rencana Penyadapan Pinus di Lahan TNGC

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kuningan, Dede Sembada, mantan Ketua Pansus Evaluasi BTNGC

KUNINGAN - Panitia Khusus (Pansus) Evaluasi Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) di DPRD Kuningan sudah lama dinyatakan bubar, karena telah selesai mengeluarkan rekomendasi terkait perbaikan kinerja TNGC kedepan. 

Namun, karena muncul aspirasi penolakan terhadap rencana penyadapan getah Pinus di lereng Gunung Ciremai yang masuk kawasan BTNGC, Eks Ketua Pansus Evaluasi BTNGC, Dede Sembada, kembali bersuara.


Saat ditemui di ruang kerja Fraksi PDIP, Gedung DPRD Kuningan, beberapa waktu lalu, Desem sapaannya, menjelaskan rekomendasi Pansus Evaluasi BTNGC yang sempat dipimpinnya memang memberi rekomendasi adanya zona tradisional. Zona tradisional tersebut dimaksudkan agar ada akses masyarakat sekitar kawasan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu (HHBK) di zona itu.

Baca juga:

"Dulu kan kawasan Gunung Ciremai ada yang dikelola oleh Perum Perhutani sebelum oleh TNGC. Di Perhutani ini ada program PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat) dimana masyarakat didorong untuk menanam tanaman multi purpose tree species (mpts) di bawah tegakan," paparnya.

Untuk di Gunung Ciremai, imbuhnya, tidak seperti Taman Nasional lain. Ia menyebutkan di Gunung Ciremai ada kawasan hutan produksi terbatas, dan kawasan hutan lindung.

"Sehingga, saat berubah menjadi Taman Nasional, mereka tidak bisa mengambil hasil dari tanaman yang mereka tanam, karena statusnya sebagai TN," kata Desem.

Baca juga:


Berdasarkan Surat Dirjen di KLHK bahwa pengelolaan TNGC ini kolaboratif maka harus bisa mengakomodir masyarakat tani hutan yang ada di sekitar kawasan.

"Sekarang tidak ada PHBM namun ada yang namanya kemitraan konservasi, ada juga aturan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan diberikan akses untuk mengambil hasil hutan bukan kayu di zona tradisional," terangnya.

Sementara, saat ini belum ada yang namanya zona tradisional di kawasan BTNGC. Makanya, dalam rekomendasi Pansus Evaluasi BTNGC beberapa waktu lalu, pihaknya merekomendasikan agar masyarakat yang dulu sudah beraktivitas di sana untuk bisa mengambil HHBK di dalam kawasan segera dibentuk zona tradisional melalui upaya penataan zonasi.

"Nah berkaitan dengan HHBK ini dalam aturan KLHK juga ada tertulis bahwa selain buah-buahan, dimungkinkan juga adanya kegiatan pengambilan getah-getahan, termasuk getah Pinus yang saat ini sedang ramai diperbincangkan," kata Desem.

Pihaknya mengaku sangat mengapresiasi adanya peringatan kekhawatiran dari elemen masyarakat maupun akademisi terkait penolakan dilaksanakannya penyadapan getah Pinus di dalam kawasan.

"Namun ada aturan perundang-undangan yang sudah dibuat berdasarkan banyak kajian yang memungkinkan adanya kegiatan penyadapan ini," katanya lagi.

Sebagai anggota DPRD, Ia menyebutkan harus memposisikan diri berada di tengah-tengah. Pertama, sebagai anggota DPRD, Ia akan mengutamakan kepentingan masyarakat.

"Ada masyarakat di 22 desa yang mengajukan kegiatan penyadapan getah Pinus ini, mereka juga masyarakat kita. Ada juga masyarakat yang kontra dengan segala kekhawatiran yang disampaikan, kita tetap harus apresiasi," ujarnya.


Untuk itu, pihaknya meminta semua pihak agar bisa duduk bareng mencari solusi terbaik sehingga semua pihak bisa terakomodir. 

"Sementara, pengelolaan TNGC juga harus memperhatikan tiga aspek yakni ekologis, memperhatikan fungsi sosial dan konservasi," pungkasnya. (Nars)

Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad

Bottom Ad