![]() |
Deki Zaenal Mutaqin, Anggota DPRD Kuningan |
"Didatanginya Gedung DPRD Kuningan, beberapa hari lalu oleh rekan-rekan dari Gema Jabar Hejo yang mengungkapkan banyak masalah soal lingkungan hidup, ini bagi Saya sangat malu sekali, karena hal itu memperlihatkan bahwa kinerja Saya sebagai wakil rakyat belumlah maksimal"
Seharusnya, Saya sebagai wakil rakyat harus bekerja lebih keras lagi, dalam menyerap aspirasi masyarakat. Tapi juga, bukan Kami membela diri, selama ini Kami juga telah bekerja turun ke masyarakat.
Kami terus mengevaluasi dan menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat. Selain itu, Kami meneliti, memahami, mengumpulkan dan menganalisa data-data yang didapat dari kunjungan Kami ke masyarakat untuk kemudian diteruskan ke mitra SKPD pemerintah daerah agar ada tindaklanjut dalam sebuah kebijakan yang pro rakyat.
"Kami apresiasi yang setinggi-tingginya atas kedatangan teman-teman dari Gema Jabar Hejo tempo hari ke gedung rakyat. Ini mengingatkan kepada kita bahwa harus terbangun kesadaran kolektif dalam menyikapi masalah lingkungan"
Kesadaran itu tentu juga harus dimiliki oleh Kami selaku wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan terhadap setiap hal yang terjadi dan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Namun, di sini saya menggarisbawahi bahwa tugas inti DPRD adalah bukan langsung melayani masyarakat, melainkan harus memperjuangkan agar pelayanan pemerintah terhadap masyarakat berjalan dengan benar.
"Saya sebelum rekan-rekan Gema Jabar Hejo datang pun sebenarnya sudah mempertanyakan hal-hal yang kemarin disampaikan dalam audiensi kepada para SKPD terkait "
Tapi pada faktanya ternyata apa yang kami sampaikan tersebut belum ada tindak lanjutnya sehingga rekan-rekan Gema Jabar Hejo harus datang ber-audiensi.
Ini menjadi hikmah yang besar bagi kita semua bahwa aturan dan kebijakan dari pemerintah daerah yang seharusnya bisa memberikan kenyamanan terhadap masyarakat, pada hari ini belum terealisasi di lapangan.
Acap kali kita selalu berlindung pada sebuah aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, pemerintah provinsi maupun Pusat, tapi juga pada faktanya kita menemukan bahwa regulasi regulasi tersebut berbanding terbalik dengan bukti-bukti di lapangan.
Contoh, masyarakat menginginkan bahwa mata air itu tidak terganggu supaya masyarakat bisa memanfaatkan mata air tersebut untuk kehidupan mereka. Tapi dibuatlah perumahan di sekitar mata air tersebut. Dan si pengembang perumahan tersebut tidak mungkin membangun di sana tanpa ada izin dari pemerintah. Ini kan harus kita kaji bersama, sumber permasalahan tersebut ada di mana.
Apalagi jika kita lihat undang-undang dasar negara kita sudah mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Seandainya kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan hal tersebut maka ini harus menjadi evaluasi kita bersama.
Sekarang, jika kita menyalahkan pengusaha, pada kenyataannya toh mereka mengantongi izin dari pemerintah.
Artinya ada sebuah proses yang harus diperketat dalam mengeluarkan rekomendasi, sehingga rekomendasi untuk membangun sebuah perumahan misalnya, itu harus menjadi kajian yang betul-betul serius.
Semua SKPD terkait harus melaksanakan pengetatan pemberian rekomendasi ini yang yang akhirnya bermuara pada izin yang dikeluarkan DPMPTSP atau pemerintah provinsi dan pusat.
Adanya sistem perizinan online selalu menjadi alasan pemerintah setempat jika menemukan permasalahan investasi yang merugikan lingkungan sekitar. Padahal mungkin kegiatan tersebut tidak sangat penting atau dibutuhkan berada di tempat tersebut.
Dengan ini saya meminta dengan penuh kerendahan hati dan hormat kepada saudara Bupati untuk memberikan sebuah ketegasan, pengertian, petunjuk dan arahan kepada SKPD- SKPD terkait karena beliau adalah leading sektor yang memiliki kewenangan sehingga tidak terjadi riak-riak kasus di masyarakat yang sulit kita luruskan pada akhirnya.
Jika sudah ada proyek infrastruktur yang berjalan dan merugikan masyarakat sekitar, jika sudah begitu siapa yang mau disalahkan, kan tidak mungkin mencari siapa yang salah karena memang tidak ada yang mau disalahkan jika sudah berjalan seperti itu.
Pada prinsipnya bagi saya pribadi kesejahteraan masyarakat harus terbangun dari adanya kesadaran kolektif yang dimiliki pemerintah daerah termasuk juga dari kami pihak legislatif.
Termasuk juga harus terbangun kesadaran di masyarakat yang harus menyikapi segala permasalahan di sekitarnya.
Soal lingkungan merupakan permasalahan yang tidak sederhana. Ini adalah permasalahan yang serius.
Bagi saya generasi kita kali ini merupakan penyambung amanah lingkungan dari para leluhur kita sebelumnya untuk diteruskan kepada anak cucu kita kelak.
Sebagai generasi saat ini selain kita memanfaatkan sumber daya alam yang ada tapi juga harus bisa melestarikan dan menjaganya karena sumber daya tersebut pasti dibutuhkan juga oleh generasi setelah kita.
Mulai saat ini mari kita berpikir jangan hanya soal keuntungan dari pemanfaatan sumber daya alam tersebut, melainkan harus dipertimbangkan dan diperhitungkan sejauh mana perbandingan keuntungan tersebut dengan apa yang akan terjadi besok lusa.
Kita bisa saja menghabiskan semua sumber daya alam saat ini, tapi apakah kita tidak berpikir besok kita punya anak cucu yang harus menjalankan proses kehidupan selanjutnya.
Ada filosofi yang menarik dalam permasalahan ini. Kita hidup di tatar Sunda, cek kolot urang baheula, ulah poho ka lemah cai.
Lemah cai artinya tempatnya air. Jadi kalau airnya kita ganggu saat ini, kita akan menjadi Malin Kundang. Kita bisa jadi manusia yang durhaka besok lusa di hadapan anak cucu kita.
Jadi pada prinsipnya mari kita bersama-sama mengevaluasi semua kegiatan, kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan khususnya yang mengganggu lingkungan. Kita harus melakukan evaluasi yang serius terhadap peristiwa-peristiwa baik itu kegiatan atau kebijakan yang berhubungan terhadap perusakan alam dan lingkungan terutama soal mata air.
Penulis: Deki Zaenal Mutaqin
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kuningan
Posting Komentar
0 Komentar